Sabtu siang (3/7/2010), mendadak saya pengen jalan-jalan. Bosan dengan rutinitas kantor-rumah yang tiap hari dilakukan, saya pun bersiap ala kadarnya. Dimulai dengan tidur dulu, lah mo jalan2 kok tidur dulu?. Iya, mata saya tiba-tiba tidak dapat diajak kompromi, mungkin karena sudah sepagian berada di depan computer.
Setelah tidur satu jam, dari setengah dua belas sampai pas waktu dhuhur, ya udah sekalian sholat dan berdoa semoga perjalanan tanpa rencana kali ini baik-baik saja.
Perjalanan kali ini menempuh bagian utara Pulau Bangka. Si Tibu, Supra X 125 PGMF1, motor saya, dikebut habis-habisan di jalan Pangkal Pinang – Sungailiat. Jalan lurus yang beraspal halus membuat Tibu meliuk-liuk melibas kendaraan di depannya dengan kecepatan berkisar antara 90-110 km/jam.
Jalur Pangkal Pinang – Sungailiat merupakan jalur padat karena menghubungkan dua kota utama Pulau Bangka. Tampaknya jalan satu lajur di kanan dan di kiri sudah tidak muat lagi menampung beban lalu lintas di rute ini. Pelebaran jalan adalah solusi cerdas untuk mengatasi masalah ini.
Oke lanjut lagi cerita touringnya. Jalur padat ini sangat enak untuk memacu kendaraan apalagi sepeda motor karena dapat meliak-liuk di antara kendaraan lain yang berjalan pelan karena ada satu kendaraan di depannya yang berjalan pelan. Di jalur ini salip-menyalip antara kendaraan beroda empat ke atas sulit, harus menunggu kondisi jalan agak lengang baru bisa overtacking kendaraan di depan.
Sampai kota Sungailiat, ngisi Pertamax dulu ah….
Antrian bensin waktu itu sangat panjang, entah kenapa bensin jadi ikut-ikutan langka mengikuti sodara tirinya, Solar, yang sudah dari dulu diburu karena ada aktifitas penambangan. Begitu masuk SPBU saya langsung ikut ngantri di barisan mobil, karena posisi pengisian pertamax ada di sana, sedangkan barisan motor full, panjang mengular sampai setengah jalur masuk. Salut buat SPBU Sungailiat yang udah nyediain pertamax, jadi saya nggak perlu ngantri lama-lama hanya untuk mengisi bahan bakar motor saya.
Setelah diisi pertamax, laju si Tibu makin tak terbendung, lah wong minum bensin aja gila-gilaan di jalur Pangkal Pinang – Sungailiat. Jalur Sungailiat – Belinyu lebih sempit lagi daripada jalan Pangkal Pinang – Sungailiat, tapi jauh lebih sepi, jadi si Tibu makin kenceng digeber. Adalagi yang membedakan belahan utara Bangka, yaitu curah hujannya yang lebih tinggi, walaupun tanpa data statistik, tapi setidaknya dalam tiga kali saya touring ke sana pasti cuaca mendung, walaupun juga saat itu adalah musim kemarau. Tapi malah enak touring dalam cuaca mendung, adem.
Rencana awal Belinyu lah yang akan tuju, tapi kok penasaran sama jalan yang menunjukan arah Mentok, di bagian barat Pulau Bangka, apaemang ada jalan nyambung ke Mentok? Akhirnya si Tibu saya belokan ke kanan setelah sebelumnya istirahat sejenak di tugu pertigaan.
Jalur ini menghubungkan Simpang Lumut di rute Sungailiat – Belinyu dan Pertigaan Puding Gebak di rute Pangkal Pinang – Mentok. Rute ini berjarak sekitar 30 km jarak, cukup dekat menurut saya, tapi pemandangan alam yang disuguhkan sangat fantastis. Jalur awalnya dilatar belakangi oleh deretan Gunung Mangkol yang tampak hijau di kejauhan. Saya paling ingat momen ketika ada view jembatan yang lumayan panjang dengan deretan bukit itu sebagai latarnya, keren abis, ditambah suasana mendung, serasa bukan di Pulau Bangka.
Di samping jembatan tersebut ada rumah makan, sepertinya si pemilik warung mengerti betul bahwa tempat itu bisa juga dibuat objek wisata alternatif selain wisata pantai yang memang terkenal di Pulau Bangka. Warung tersebut terletak di samping sungai di bawah permukaan jalan, maksudnya tanah tempat warung itu berderi memang agak turun, jadi kayaknya enak tuh buat istirahat sambil ngliatin lalu-lalang kendaraan yang lewat di atas jembatan. Minimal ada 3 view yang bisa dilihat dari warung ini, jalan, sungai dan gunung. Sayang saya nggak bisa mampir, hanya sekedar memperlambat laju kendaraan sekedar menangkap kesan di sekitar jalan.
Jalan mulai menanjak selepas jembatan tersebut. Menyisir bukit mangkol hawa dingin makin menusuk menerpa kaki yang memang tidak bersepatu. Sayangnya jalan itu tidak terlalu dekat ke Bukit Mangkol, hanya terlihat lintasan bukit di sebelah kiri jalan dan klo tidak salah lihat ada tiga puncak bukit di sana. Tapi suasana yang di dapat, seperti berkendara di daerah dingin di jalur lintas tengah Jawa Tengah. Hutan di kanan kiri jalan, suasana sejuk yang menerpa, jalan basah karena habis hujan, benar-benar lain dari tipikal jalan di pulau Bangka yang biasanya panas, berpasir dan dengan deretan rumput ilalang tinggi di kanan kiri jalan.
Jarak kurang lebih 30 km hanya sebentar saja saya nikmati, rute ini lalu bertemu dengan pertigaan dengan arah kiri menuju Pangkal Pinang dan arah kanan menuju Mentok. Pada beberapa peta pertigaan ini di sebut Puding Gebak. Walaupun saat saya bertanya pada penduduk sana saat istirahat membei minuman nama daerah ini disebut Maras Senang, masuk ke Kecamatan Bakam kabupaten Bangka. Ini menjawab pertanyaan saya saat memasuki rute ini, saat itu saya liat “PDG GBK 28”, saya penasaran kota apakah PDG GBK?
Berkendara di jalan yang sudah pernah kita lewati kadang membuat kita tidak menikmati lagi jalan itu, saya serasa kehilangan kesadaran, hanya mengikuti kebiasaan saja lika-liku salah satu jalan utama di Pulau Bangka. Rute Maras Senang sampai Puding saya lewati dengan tanpa terasa dan tidak terlalu saya nikmati. Masuk desa Puding, saya penasaran dengan penunjuk jalan ke arah Sungailiat, coba ah, piker saya. Akhirnya si Tibu saya arahkan kembali ke jalan antah berantah yang tidak pernah saya lewati, suasana lain begitu terasa, kali ini pemandangan di dominasi perkebunan sawit. Tipikal jalan berpasir Pulau Bangka kembali saya temui, yang memaksa pengendara motor harus berhati-hati saat memasuki tikungan kalo tidak mau tergelincir.
Saya penasaran karena dulu pernah bermobil kebablasan saat menuju Pamandian Air Panas Pemali. Arah Pemali yang belok kanan dari arah Sungailiat tapi saya malah lurus, yang akhirnya memaksa saya putar balik. Rupanya benar, jalan ini menembus ke Pemali, walaupun jaraknya lumayan jauh dari tempat saya membelok kembali saat bermobil dulu.
Oke, kita masuk ke kota Sungailiat lagi. Melewati Pemali yang lumayan ramai, saya memperlambat laju Si Tibu. Beberapa angkot carteran berkonvoi pulang dari salah satu wisata air panas di Pulau Bangka, saat ini memang masih dalam suasana liburan sekolah.
Saya melirik indikator bensin, sudah berkurang separo, sekalian tes aja konsumsi bahan bakar dalam perjalanan kali ini. Memasuki SPBU, antrian panjang motor pengantri bensin sudah tidak terlihat lagi.
“Full mbak”, kata saya. 2.87 liter. Dengan jarak tempuh 130 sekian kilometer (jarak Pangkal Pinang – Sungailiat saat berangkat tidak saya hitung), jadi kalo dirata-ratakan si Tibu saya meminum bahan bakar 45 sekian km perliternya, ini bukan pertamax murni, karena sebelum mengisi pertamax sebelumnya ada beberapa liter premium dalam tangki si Tibu.
Akhirnya jam 5 sore saya sampai kembali ke Kota Pangkal Pinang dibawah guyuran hujan lebat.
Demikian sudah perjalanan kurang lebih 200 km saya hari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar