07 Mei 2011

Refleksi Enam Tahunan (2)

Banyak kisah yang terjadi selama enam tahun ini. Tentu saja senang dan sedih silih berganti, melengkapi hari.

Banyak kesan yang tertangkap selama awal-awal petualangan saya di Pulau Bangka. Tentang lalu lintasnya yang mulai ramai, tentang ruko-ruko yang tumbuh bak jamur di kayu yang lapuk di musim hujan, tentang banyaknya pendatang yang berbondong-bondong datang ke pulau ini, juga tentang mulai dikenalnya propinsi yang baru berdiri di awal tahun 2000an ini karena novel fenomenal seorang anak asli kelahiran propinsi ini, Laskar Pelangi.

Gersang dan rusak parah, inilah yang saya tangkap pertama kali, bahkan saat saya masih berada di atas pesawat sebelum mendarat. Belakangan saya tahu, bahwa tanah pulau ini, bahkan laut di sekitarnya banyak mengandung bijih timah, bahan utama pembuatan solder dan kaleng kemasan makanan.

Gersang, karena iklim di pulau ini sangat ekstrim, setidaknya menurut saya. Cuaca bisa berubah dengan sangat drastis dalam sekejap. Juga karena tanah pulau ini didominasi oleh pasir, sehingga air hujan yang turun tidak sempat tertahan di dalam tanah, layaknya tanah subur yang mengandung banyak unsur hara. Tidak adanya gunung berapi mungkin saja penyebab tidak suburnya tanah pulau ini, walaupun begitu, pulau ini terdapat bongkahan-bongkahan batu granit berukuran raksasa yang biasanya tersebar di tepi pantai, mungkin saja berasal dari letusan gunung api purba yang dulu pernah aktif di pulau ini.

Jalan-jalan utama di pulau ini sudah pernah saya singgahi, dari ujung paling timur di Pantai Tanjung Berikat, ujung paling utara di Pantai Penyusuk, juga wilayah barat di Kota Muntok, serta ujung selatan di Kota Toboali.

Saya sangat menikmati jalan di pulau ini, masih relatif baru dengan kondisi yang mulus. Tak banyak truk-truk bermuatan berlebih yang melintas di sini. Tak terlihat pula truk gandeng beriringan seperti yang biasa saya lihat di Pantura Jawa.

Kondisi jalan yang masih lengang terutama di jalur luar kota menambah kenikmatan tersendiri. Tetapi pemandangan sepanjang perjalanan terlihat sangat monoton. Kanan kiri jalan biasanya hanya ditumbuhi semak belukar dan hutan, yang kadang diselingi kebun-kebun karet dan lada milik warga. Tumpukan pasir tipis biasa dengan mudah ditemui di tikungan-tikungan jalan yang agak rendah, yang ter-erosi oleh air hujan.

Dengan perumahan warga yang memanjang mengikuti jalan, tak banyak variasi bangunan yang bisa di saksikan. Bentuk paling umum di pulau ini, terutama di perkampungan, adalah bangunan dengan teras yang berpilar dua yang menyangga atap datar yang menaungi teras, yang biasanya kamar tidur utama agak menjorok di samping teras.

Jika anda baru saja datang ke suatu perkampungan, anda akan merasa menemui kampung itu lagi jika anda memasuki kamping lainnya. Tak banyak ke-khas-an (dari ciri fisiknya) suatu kampung yang dapat diingat sepanjang jalan-jalan di pulau Bangka.

Saya suka jalan-jalan, dan mengambil foto tempat-tempat tertentu yang menjadi landmark tempat tersebut. Agar tidak hilang dan sekaligus berbagi dengan orang lain, saya biasa meng-upload di internet, sekaligus menunjukkan di mana lokasi foto ini diambil. Foto-foto saya tersebar di seluruh penjuru Pulau Bangka, dengan menggunakan nick yang sama dengan nick blog ini, saya menempelkan foto-foto tersebut di peta milik Google. Hampir di seluruh kota-kota utama di Pulau Bangka ini ada foto saya jika anda suka melihat-lihat di Google Earth. Beruntung juga, kota-kota utama tersebut biasanya sudah tercitrakan dengan baik di server Google Earth, sampai detil yang sangat jelas melihat rumah-rumah di sana.




Published with Blogger-droid v1.6.8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar