09 Mei 2011

Refleksi Enam Tahunan (3)

Selama enam tahun ini, saya sudah mengalami beberapa periode Pemilu. Baik itu Pemilu pilkada, gubernur dan walikota, juga pemilu yang memilih anggota DPR dan DPRD.

Saya memilih di pemilukada gurbenur saja selama di Bangka, sisanya saya memilih di kampung halaman, karena bersamaan dengan jadwal saya pulang kampung, juga karena saya tidak mendapat kartu pemilih lagi. Ini terjadi saat pemilukada walikota.

Sebagai daerah pemekaran, Propinsi Kep. Bangka Belitung bergerak dinamis. Banyak pembangunan yang dikerjakan pemerintah daerah. Beberapa diantaranya malah bersifat mercusuar, yang menurut saya sebagai orang awam tidak terlalu urgent bagi kepentingan masyarakat.

Kendaraan berplat merah juga bersliweran di jalan raya, yang rata-rata bertahun 2005 ke atas. Ini juga termasuk, menurut saya lagi, merupakan pemborosan anggaran oleh pemda.APBD dihambur-hamburkan untuk belanja pegawai, bukan belanja modal. Belanja pegawai di sini termasuk fasilitas-fasilitas yang dinikmati oleh segelintir orang karena kekuasaannya, kedudukannya, dan kewenangannya, sedangkan belanja modal dapat diartikan, pembangunan jalan, pembangunan fasilitas-fasilitas umum, bantuan-bantuan modal bagi wiraswasta, yang akan bermuara pada perbaikan ekonomi masyarakat.

Saya membenarkan perkataan Yusron Ihza Mahendra, yang kalo saya tidak salah kutip, pemda babel (baik propinsi maupun kabupaten/tingkat II) hanya "menyusu" pada APBN, bukan karena menggali PAD yang potensinya belum tergali.

Menurut beliau, kecakapan seorang kepala daerah dalam mendapatkan PAD merupakan ukuran terpenting.

Padahal sangat banyak yang dapat digali di daerah yang kaya akan bahan tambang dan pariwisata yang berkembang dengan pesat.

Belum lagi dari ekspor sarang burung walet yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, royalti timah, perijinan usaha, lahan parkir on-street, kegiatan pelabuhan, bahkan pajak kendaraan bermotor pun dapat digali lebih luas.

Saya heran, banyak sekali mobil-mobil premium (yang harganya di atas 200 juta) dan berkapasitas silinder besar yang masih berplat 'B'. Padahal, dengan pajak sebesar paling rendah 1% dan paling tinggi 2% dari nilai jual kendaraan bermotor, sesuai UU PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), maka dalam satu tahun pemilik mobil-mobil tersebut dikenakan pajak sebesar paling sedikit dua juta rupiah. Jadi selama ini pemilik mobil tersebut membayar di Pemda DKI dan sekitarnya (plat B meliputi wilayah Jadetabek).

Dari Pajak Kendaraan Bermotor saja dapat kita lihat berapa banyak potensial loss Pemda Prop Kep. Babel. Jika Pemda serius menggali PAD maka himbauan-himbauan dapat disebarkan oleh dinas terkait, bahkan oleh pejabat kepala daerah langsung, karena biasanya pemilik mobil-mobil premium adalah orang-orang kaya yang mungkin saja kenalan kepala daerah. Himbauan yang bersifat persuasif, demi kepentingan daerah sendiri, mungkin akan lebih mengena bagi para pemilik mobil premium tersebut.

Penggalian PAD akan sukses jika mentalitas pemungutnya baik. Tidak silau karena aliran dana yang bukan menjadi miliknya, tidak tergiur suap dari pemilik modal yang akan menanamkan modalnya tapi maunya dengan jalan pintas, juga tidak rakus memakan harta yang bukan haknya, serta tidak tergiur untuk menghamburkan fasilitas yang tersedia karena jabatan dan kewenangannya.




Published with Blogger-droid v1.6.8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar