27 Juni 2012

Trabasan di Bukit Pading

Sepulang dari Tanjung Berikat, saya penasaran dengan rute ke Toboali melalui Lubuk Besar. Di beberapa peta yang saya lihat baik peta fisik maupun secara online, ada jalan penghubung antara Lubuk Besar dengan Toboali.

Saya mulai bertanya-tanya pada penduduk sekitar. Yang pertama saya tanyain adalah keluarga nelayan di Tanjung Berikat. Menurut mereka memang ada jalan dari Lubuk Besar ke arah selatan, nama jalannya Jalan Sei, kata mereka nanti sesampainya di Lubuk tanya saja pada orang sekitar situ, letaknya di dekat pasar Lubuk.

Sesampainya di Lubuk, memang benar kata ibu penjaga warung tempat saya membeli minuman bahwa jalan ke Toboali melewati Jalan Sei. Setelah di kasih tahu arahnya saya pun bersegera, maklum hari sangat terik siang itu. Apalagi kata ibu itu juga, jalan Sei masih berupa jalan tanah, belum ada yang diaspal

Salah satu spot Jalan Sei

Sepanjang jalan ini masih berupa tanah merah, dengan beberapa rumah penduduk yang tersebar terpisah-pisah sepanjang jalan. Untungnya tidak ada sisa-sisa hujan yang malah menguntungkan saya, daripada harus berkubang lumpur sepanjang jalan.

Siang hari yang terik menambah suasana lengang sepanjang jalan yang saya lalui. Mungkin orang-orang malas keluar atau masih berada di kebun.

Berkilo-kilo meter saya menempuh jalan ini tak jarang saya hanya sendiri tanpa berpapasan dengan orang lain. Saya juga buta sama sekali daerah ini, mau membuka HP untuk mengecek lokasi via GPS sayang baterai juga khawatir tracking saya terputus karena mengutak-atik HP.

Ada satu titik saya salah membelok, harusnya mungkin lurus tapi saya membelok ke kanan, makin lama makin nggak tentu arah saya. Saya masih berharap masih ada belokan ke kiri, ke arah selatan kembali. Tapi makin lama makin tak jelas, bukit di depan mata semakin membesar, yang semula di arah kanan saya menjadi di depan saya, wah saya berarti berjalan ke arah Barat ini, bukan ke Selatan.

Akhirnya saya pasrah saja, mengikuti jalan dan berharap menemukan jalan raya.Saya merasa bahwa saya memutari bukit ini, yang kemudian saya ketahui namanya Bukit Pading, dari nama sebuah air terjun yang saya temui papan petunjuknya.

jalan ke arah Air terjun Bukit Pading
Ternyata memang benar, saya memang memutari bukit ini, di mana beberapa tempat yang tidak terhalang pepohonan saya dapat melihat bahwa saya berkendara menuju ujung bukit sebelah selatan.

Jalan di sini benar-benar tak terawat, hanya bisa dilalui sepeda motor, atau paling banter mobil 4wheeldrive. Ada beberapa titik yang tidak bisa dilalui mobil, karena hanya berupa jembatan kayu kecil yang hampir roboh.

jembatan kayu bergelombang, hampir jebol


Setelah melewati bukit Pading ini. ternyata ada bukit lagi di seberang Bukit Pading. Setelah saya melewati ujung selatan Bukit Pading, jalan setapak ini berbelok ke Utara, dan makin tampaklah bukit di seberang Bukit Pading.

Sebelah kiri bukit Pading sebelah kanan bukti kembarannya, foto diambil setelah saya melewati jalan di antara dua bukit tersebut
Tak jauh dari sini, saya menemukan prasasti dari Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil



Dan tak jauh dari sini pula saya menemukan jalan aspal, ternyata sudah masuk Desa Sadap, saya ingat pernah kemari untuk mengunjungi Air Terjun Sadap.

Air terjun sadap ada di belokan sebelah kiri
Sepanjang Desa Sadap sudah teraspal dengan mulus, tetapi selepas desa ini, di sekitar kawasan bekas tambang aspal terputus kembali, sampai ketemu kembali jalan Koba-Tanjung Berikat.


sisa-sisa prasarana pertambangan timah
mengitari Bukit Pading (warna biru)
link perjalanan saya, http://goo.gl/maps/EfGW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar